Mengubah Wajah Pengawasan Pemilihan Tahun 2020
|
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang dilahirkan pada tahun 2007 mengemban tugas untuk mengawasi Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di seluruh wilayah Negera Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Memasuki tahun 2011, kelembagaan Bawaslu mengalami perkembangan yang mulanya Panwaslu Provinsi bersifat ad hoc berubah menjadi Bawaslu Provinsi yang bersifat tetap. Perubahan tersebut didasari pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Tujuan perubahan tersebut tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Pemilu agar dapat menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat.
Beberapa tahun kemudian muncul fenomena yang kurang baik dikalangan lembaga pengawas Pemilu ini. Ketika masyarakat menemukan adanya pelanggaran dan kecurangan pada Penyelenggaran Pemilu di kabupaten/ kota tetapi tidak ditindaklanjuti oleh Pengawas kabupaten/ kota masing-masing. Hal tersebut menyebabkan kualitas pengawas Pemilu kabupaten/ kota dipertanyakan.
Melihat fenomena tersebut, timbul gagasan untuk memperbaiki regulasi pengawas Pemilu ditingkat kabupaten/ kota. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum hadir untuk menjawab fenomena yang terjadi. Hadirnya undang-undang ini mencabut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 dan dinyatakan tidak berlaku.
Perubahan yang besar terjadi setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ditetapkan. Panwaslu Kabupaten/ Kota yang bersifat ad hoc menjadi bersifat tetap dan ditetapkan sebagai Bawaslu Kabupaten/ Kota. Selain itu, tugas, wewenang, dan kewajiban yang dimiliki Bawaslu Kabupaten/ Kota menjadi lebih luas dari penyelenggaran Pemilu sebelumnya.
Setelah beberapa kali adanya perubahan kelembagaan Bawaslu dari tahun 2007 sampai dengan 2017, ternyata masih ditemui adanya dinamika dan permasalahan pada Penyelenggaraan Pemilihan Tahun 2020. Pengawas Pemilu ditingkat kabupaten/ kota yang menjadi Bawaslu Kabupaten/ Kota pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 berubah kembali menjadi Panwas Kabupaten/ Kota pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Perubahan nomenklatur ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dikalangan masyarakat bahkan pengawas Pemilu itu sendiri. Apakah Bawaslu Kabupaten/ Kota harus dibubarkan dan dibentuk kembali Panwas Kabupaten/ Kota yang bersifat ad hoc atau Bawaslu Kabupaten/ Kota tidak dibubarkan tetapi Panwas Kabupaten/ Kota tetap dibentuk?
Pandangan hukum berdasarkan asas lex posteriori derogat legi priori (hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama) memberikan pemahaman adanya pertentangan antara Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Perbedaan nomenklatur menimbulkan ketidakpastian hukum di lembaga Bawaslu tingkat kabupaten/ kota yang berpotensi menghambatnya kinerja pengawas Pemilu ditingkat kabupaten/ kota.
Tidak ingin terlalu lama dalam ketidakpastian ini, Mahkamah Kontitusi menjatuhkan putusan pada Putusan Nomor 48/PUU-XVII/2019 tanggal 13 Januari 2020, yang menyatakan bahwa frasa “Panwas Kabupaten/ Kota” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Bawaslu Kabupaten/ Kota”.
Adanya perubahan nomenklatur Panwas Kabupaten/ Kota menjadi Bawaslu Kabupaten/ Kota mengubah “wajah” pengawasan Pemilihan Tahun 2020 khususnya di Kabupaten Belitung Timur secara signifikan.
Bawaslu Kabupaten Belitung Timur pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur pada Tahun 2015 hanya memiliki tugas dan wewenang mengawasi dari pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap sampai dengan mengawasi pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan pada Pasal 30 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Selain itu, tidak diatur secara tegas tugas dan wewenang Bawaslu Kabupaten Belitung Timur untuk mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam Kampanye, antara lain Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/ Polri, pejabat BMUN/ BUMD, Kepala Desa dan perangkat Desa.
Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur Tahun 2020, Bawaslu Kabupaten Belitung Timur memiliki tugas dan wewenang yang lebih besar. Perubahan tersebut meliputi pengawasan mulai dari rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sampai dengan mengawasi proses pelaksanaan penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Selain itu, Bawaslu Kabupaten Belitung Timur bertugas mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan Kampanye sesuai dengan Pasal 101 huruf d Undang-Undang Nomor Nomor 7 Tahun 2017. Adapun pihak yang dilarang ikut serta dalam Kampanye ialah ASN, TNI/ Polri, pejabat BMUN/ BUMD, Kepala Desa dan perangkat Desa.
Nomenklatur yang berubah dari Panwas Kabupaten/ Kota menjadi Bawaslu Kabupaten/ Kota berdampak juga pada perubahan nomeklatur pengawas Pemilu ad hoc. Nomeklatur pengawas Pemilu ad hoc pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 disesuaikan dengan nomenklatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang didasarkan pada Surat Bawaslu RI Nomor: 0060/K.Bawaslu/TU.00.01/II/2020 tanggal 11 Februari 2020 Perihal Instruksi Penamaan/ Nomenklatur dan Pembentukan Pengawas Pemilihan Umum Ad Hoc. Perubahan pengawasan Panwaslu Kecamatan pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur Tahun 2015 dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur Tahun 2020 ialah Panwaslu Kecamatan yang awalnya mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota, kemudian berubah menjadi mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPK kepada KPU Kabupaten/ Kota.
Oleh : Syeila Rahmadani
Editor : Arief Firmansyah