Pemilu Adalah Ijtihad
|
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu merupakan awal dari berbagai rangkaian kehidupan negara demokratis, Pemilu juga merupakan sebuah proses atau sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dalam rangka untuk memilih seorang wakil atau pemimpin, sehingga pemilu merupakan motor penggerak dari mekanisme sistem politik yang legal terhadap suksesi kepemimpinan dalam negara demokrasi. Pemilu menjadi penting sebab berfungsi memberikan legitimasi kekuasaan bagi kontestan yang menjadi pemenang.
Di negera Indonesia, pemilihan dan pengangkatan pemimpin dilakukan lewat sebuah proses yang bernama Pemilu. Setiap orang memiliki hak untuk memilih atau dipilih untuk menjadi seorang pemimpin, meskipun ada hal-hal yang harus dipenuhi dan dipatuhi yang salah satunya tentu bukan dengan menghalalkan segala cara demi mendapatkan yang diinginkan.
Dalam pelaksanaannya, Peserta Pemilu menawarkan janji serta program yang menjadi visi misi mereka untuk menarik minat masyarakat atau konstituen untuk memilih pemimpin yang diusung. Masyarakatpun seolah terbius dengan janji dan program yang diusung dan ditawarkan oleh mereka yang berkompetisi, meski kadang kala janji dan program yang dilontarkan saat pelaksanaan kampanye tak jarang seolah dilupakan oleh mereka ketika telah menjadi seorang pemimpin.
Pada dasarnya politik sangatlah mulia, karena politik merupakan perantara bagi terciptanya sebuah negara atau sistem pemerintahan yang tujuan akhirnya adalah menciptakan kesejahteraan, keamanan dan keadilan bagi penduduk atau masyarakatnya. Apalagi secara sosiologis, pemimpin dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Ketiadaan pemimpin menjadi sumber munculnya problem atau masalah dalam masyarakat, bahkan dapat mengalami disorientasi sampai pada alienasi (merasa terasing atau terisolasi).
Andai kita disadari, kepemimpinan dalam Islam mendapat perhatian yang amat tinggi, bahkan dikalangan ulama terdapat ungkapan bahwa ‘enam puluh tahun berada di bawah pemimpin zalim lebih baik daripada satu malam tanpa pemimpin’. Ungkapan tersebut bukan berarti mentoleransi kezaliman dari pemimpin, akan tetapi merupakan sebuah petunjuk akan pentingnya kehadiran seorang pemimpin ditengah-tengah negara atau masyarakat.
Begitu pentingnya seorang pemimpin sampai-sampai Imam Ahmad menyatakan dalam Musnadnya tentang sebuah hadist yang bersumber dari Abdullah bin ‘Amr ra bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi tiga orang yang berada di permukaan bumi (yakni dalam safar) kecuali mereka menjadikan salah seorang dari mereka sebagai pemimpin mereka.”
Namun demikian, meskipun Islam tidak mengajarkan cara khusus tentang bagaimana proses pengangkatan seorang pemimpin dilangsungkan, bahkan ketika empat sahabat nabi (Khulafaur Rasyidin) menjadi khalifah, mereka diangkat dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang diangkat dengan cara musyawarah dihadapan massa, yakni Abu Bakar ash-Shiddiq. Ada yang ditunjuk, seperti Umar bin Khattab ditunjuk oleh Abu Bakar setelah sebelumnya Abu Bakar melakukan konsultasi dengan para sahabat lain. Ada juga yang diangkat melalui tim yang dibentuk oleh Umar bin Khattab menjelang wafatnya, yakni Utsman bin Affan. Bahkan ada yang diangkat melalui kesepakatan masyarakat, seperti sahabat Nabi yang bernama Ali bin Abi Thalib yang diangkat melalui kesepakatan masyarakat muslim kala itu.
Dalam perbedaan proses pengangkatan para khalifah tersebut, menunjukkan betapa penting dan seriusnya untuk memilih seorang pemimpin. maka pemilihan pemimpin yang dilaksanakan di Negara Republik Indonesia dengan sistem Pemilu pada dasarnya adalah ijtihad demi kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia yang akan dipimpinnya.
Melalui Pemilu, menumbuhkan harapan secara bersama bahwa pemimpin yang terpilih disemua level, mereka memiliki modal sebagaimana yang dikatakan Kartini Kartono dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan, yakni Pemimpin harus mempunyai keyakinan bahwa Tuhan itu ada, bersifat kasih sayang, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan, pemberi kekuasaan dan kekuatan, serta pelindung seluruh makhluk-Nya, dan sifat-sifat lainnya yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, akan terciptalah kesejahteraan, keamanan, dan keadilan bagi masyarakat, berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penulis
Ihsan Jaya (Anggota Bawaslu Beltim)