Lompat ke isi utama

Berita

Tekad Sang Pengawas Pemilu

Hujan mengguyur rumah-rumah warga. Jalan-jalan desa ikut basah pula. Siang itu, warga memilih bersembunyi di rumah, tidur nyaman di kasur atau sekedar menghidup kopi hangat sambil bermain bersama ponsel pintar mereka. Bunyi hujan bagaikan latar suara yang diputar oleh sang Pencipta. Bagaikan tokoh utama sebuah cerita, Ana mengulurkan tangannya menyentuh rintik hujan yang jatuh.

Air hujan yang menyentuh tangannya terasa dingin. Badannya mulai menggigil namun hujan nampaknya belum akan mereda. Langit masih gelap, awan masih menghitam, dan Ana masih diam di tempat.

Cahaya kilat tergambar di langit. Disusul suara menggelegar di udara. Ana sedikit takut. Ana mundur menjauhi hujan, hanya satu langkah karena tempatnya berteduh di depan toko yang tutup.

Perlahan Ana mengantuk. Suara dan udara saat hujan ditambah dengan waktu tidurnya yang kurang selama ini bagaikan harmoni yang sempurna membuat badannya menjadi lelah. Seharusnya hari ini Ana menghabiskan waktu di rumah sama seperti warga lainnya yang menikmati hari minggu sebelum hari senin yang padat tiba. Namun, Ana tidak mengenal hari libur. Baginya hanya ada hari kalender sepanjang tahun ini.

Ana tidak menyesal menghabiskan hari-harinya dengan penuh kesibukan sekalipun badan dan pikirannya tidak bisa beristirahat dengan tenang karena Ana telah bertekad untuk mengemban amanah sebaik-baiknya sebagai Pengawas Pemilu.

“Akhirnya hujan reda.” Ucap Ana sambil merapikan tanda nama, rompi, dan tas Pengawas Pemilu di badannya.

Atribut Pengawas Pemilu yang melekat di badannya memberikan Ana semangat untuk melanjutkan tugasnya. Ana menyalakan mesin motornya dan berangkat menuju rumah warga yang menjadi tempat kampanye Calon Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur hari ini. Mengendarai motornya dengan hati-hati, Ana sungguh berharap kampanye kali ini tidak ada dugaan pelanggaran yang terjadi.

Tulisan : Syeila Rahmadani
Editor : Tim Redaksi

Tag
Cerpen